Sejarah Kehidupan Presiden Soekarno I Biografi Soekarno Lengkap
Biografi Soekarno – Ir. Soekarno
adalah sosok orang terpenting dalam sepanjang catatan sejarah
memerdekaan bangsa indonesia dari penjajahan Belanda. Beliau adalah
proklamator kemerdekaan indonesia bersama Mohammad Hatta pada tanggal
17 Agustus 1945. Ir. Soekarno juga merupakan
Presiden Pertama Republik Indonesia yang menjabat pada periode
1945-1966. Beliau dilahirkan di Surabaya pada tanggal 6 Juni 1910 dan
pada usianya yang ke 69, sosok penggali pancasila ini meninggal dunia
di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta
pada tanggal 21 Juni 1970. Semasa hidupnya, Presiden Soekarno banyak
mendapatkan penghargaan, antara lain penghargaan dari 26 Universita
(luar negeri dan dalam negeri) dan meskipun beliau sudah meninggal
dunia, Presiden Ir. Soekarno, juga tetap mendapat
penghargaan sebagai bintang kelas satu oleh Presiden Afrika Selatan,
Thabo Mbeki.
Dibawah ini merupakan sejarah kehidupan Presiden
Soekarno Lengkap dari masa kecil dan masa remaja, kiprah
politik Presiden Soekarno hingga wafatnya Ir, Soekarno dan
lain-lain.
BIOGRAFI IR. SOEKARNO PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA PERTAMA
1. Nama Kecil Soekarno
1. Nama Kecil Soekarno
1. NAMA KECIL IR.
SOEKARNO –
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno Sosrodihardjo oleh orangtuanya.Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama “Karna” menjadi “Karno” karena dalam bahasa Jawa huruf “a” berubah menjadi “o” sedangkan awalan “su” memiliki arti “baik”.
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno Sosrodihardjo oleh orangtuanya.Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama “Karna” menjadi “Karno” karena dalam bahasa Jawa huruf “a” berubah menjadi “o” sedangkan awalan “su” memiliki arti “baik”.
Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan
nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena
menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia
tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda
tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan
akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Asal Usul Nama Achmed
Soekarno –
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, “Siapa nama kecil Soekarno?” karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Ceko, bahasa Wales, bahasa Denmark, bahasa Jerman, dan bahasa Spanyol.
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, “Siapa nama kecil Soekarno?” karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Ceko, bahasa Wales, bahasa Denmark, bahasa Jerman, dan bahasa Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed di dapatnya
ketika menunaikan ibadah haji. Dalam beberapa versi lain, disebutkan
pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para
diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri
dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia
oleh negara-negara Arab.
2.
KEHIDUPAN IR. SOEKARNO –
Masa Kecil dan Remaja Soekarno –
Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Masa Kecil dan Remaja Soekarno –
Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga
akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang
ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno
ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.Kemudian pada
Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS)
untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada
tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan
berhasil melanjutkan ke HBS. di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat
diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama
H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal
bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno banyak
bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin
Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus
Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan
organisasi pemuda Tri Koro Darmo yang dibentuk sebagai organisasi
dari Budi Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi
Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga aktif
menulis di harian “Oetoesan Hindia” yang dipimpin oleh
Tjokroaminoto.
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke
Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil
jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung,
Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota
Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto. Di sana ia
berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan Dr.
Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National
Indische Partij.
3.
KIPRAH POLITIK SOEKARNO –
Masa Pergerakan Nasional –
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, dan memunculkan pledoinya yang fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Masa Pergerakan Nasional –
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, dan memunculkan pledoinya yang fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan
Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI.
Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke
Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional.
Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap
suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno
diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan
Jepang pada tahun 1942.
Masa Penjajahan
Jepang –
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk “mengamankan” keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk “mengamankan” keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang
memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia
seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap
organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk
Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai,
Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti
Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur dan lain lainnya
disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh
nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk
mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan
bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena
menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan
menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa
meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang sebenarnya kita
percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan
Indonesia, di antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan
dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah
proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke
Rengasdengklok Peristiwa Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo
mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki
Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar
Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci)
kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu
membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu
berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar
Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal
Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat
Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan
Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi
bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama
dengan Jepang,antara lain dalam kasus romusha.
Masa Perang Revolusi -
[ Kembali
ke daftar isi ]
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI,Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI,Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam,
terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945;
Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir
ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda
yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul
Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera
memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia
terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah
menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan
para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai
penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno
menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni
dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan
Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan
turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni
Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta
diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden
dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.Pada tanggal 19 September
1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah
peristiwa Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok
dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin
oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui
kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan
dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha
menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang
dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu. (dibawah
Inggris) meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan
gugurnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu,
Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia
dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi
negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah
kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara
(presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan,sistem
pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double executive.
Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai
Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya
maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November
1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia
dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat
revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling
penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat
Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil
Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan
Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia
(PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada
kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap
mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang
sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa
Indonesia-Belanda.
Masa Kemerdekaan
– [ Kembali
ke daftar isi ]
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan
lebih kuat dikalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala
pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang
terkenal sebagai “kabinet seumur jagung” membuat Presiden
Soekarno kurang mempercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya
sebagai “penyakit kepartaian”. Tak jarang, ia juga ikut turun
tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas
pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan
Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan
gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap
nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak
untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno,
pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi
Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal
sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat “bom
waktu” yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih
mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan
kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang mengubah peradaban,
ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam pemecahan konflik
juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito
(Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah
(Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan
Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat
jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang memperoleh
kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami
konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam
pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau
adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia
Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan
Indonesia.
Guna menjalankan politik luar negeri yang
bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi
berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di
antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald
Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).
Kejatuhan –
[ Kembali
ke daftar isi ]
Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya. Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan.[10] Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap Soekarno yang menolak membuabarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.
Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya. Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan.[10] Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap Soekarno yang menolak membuabarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah
Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat
tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk
mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan
keselamatan pribadi presiden. Surat tersebut lalu digunakan oleh
Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk
membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang.
Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No.
IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No.
XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang
Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden
berhalangan.
Soekarno kemudian membawakan pidato
pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada
Sidang Umum ke-IV MPRS. Pidato tersebut berjudul “Nawaksara” dan
dibacakan pada 22 Juni 1966. MPRS kemudian meminta Soekarno untuk
melengkapi pidato tersebut. Pidato “Pelengkap Nawaskara” pun
disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967 namun kemudian ditolak
oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.
Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno
menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana
Merdeka. Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de
facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia. Setelah melakukan Sidang
Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut
gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat Soeharto sebagai
Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan umum berikutnya.
4. SOEKARNO SAKIT HINGGA
MENINGGAL – [ Kembali
ke daftar isi ]
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965. Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964. Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional. Ia masih bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik. Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi. Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan. Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965. Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964. Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional. Ia masih bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik. Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi. Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan. Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.
Komunike medis tersebut menyatakan hal sebagai
berikut:
1. Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
2. Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
3. Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.
1. Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
2. Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
3. Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya
dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintah memilih Kota
Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno. Hal tersebut
ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun 1970. Jenazah Soekarno
dibawa ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan
harinya bersebelahan dengan makam ibunya. Upacara pemakaman Soekarno
dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur
upacara. Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh
hari.
5. PENINGGALAN
PRESIDEN SOEKARNO – [ Kembali
ke daftar isi ]
Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001, maka Kantor Filateli Jakarta menerbitkan perangko “100 Tahun Bung Karno”.[8] Perangko yang diterbitkan merupakan empat buah perangko berlatarbelakang bendera Merah Putih serta menampilkan gambar diri Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik Indonesia. Perangko pertama memiliki nilai nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun 1920an terpampang di atasnya. Sementara itu, perangko yang ketiga memiliki nominal Rp. 900 serta menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI. Perangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp. 1000. Keempat perangko tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum Peruri. Selain perangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima macam kemasan perangko, album koleksi perangko, empat jenis kartu pos, dua macam poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.
Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001, maka Kantor Filateli Jakarta menerbitkan perangko “100 Tahun Bung Karno”.[8] Perangko yang diterbitkan merupakan empat buah perangko berlatarbelakang bendera Merah Putih serta menampilkan gambar diri Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik Indonesia. Perangko pertama memiliki nilai nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun 1920an terpampang di atasnya. Sementara itu, perangko yang ketiga memiliki nominal Rp. 900 serta menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI. Perangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp. 1000. Keempat perangko tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum Peruri. Selain perangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima macam kemasan perangko, album koleksi perangko, empat jenis kartu pos, dua macam poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.
Perangko yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan
oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni 2008. Perangko tersebut
menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro.
Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan
peringatan kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.
Nama Soekarno pernah diabadikan sebagai nama sebuah
gelanggang olahraga pada tahun 1958. Bangunan tersebut, yaitu
Gelanggang Olahraga Bung Karno, didirikan sebagai sarana keperluan
penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta. Pada masa Orde
Baru, komplek olahraga ini diubah namanya menjadi Gelora Senayan.
Tapi sesuai keputusan Presiden Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan
kembali pada nama awalnya yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno. Hal
ini dilakukan dalam rangka mengenang jasa Bung Karno.
Setelah kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas
nama Soekarno. Dua di antaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno
dan Yayasan Bung Karno. Yayasan Pendidikan Soekarno adalah organisasi
yang mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan pemahaman
yang diajarkan Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati
Soekarnoputri, anak ketiga Soekarno dan Fatmawati. Pada tahun 25 Juni
1999 Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie meresmikan Universitas Bung
Karno yang secara resmi meneruskan pemikiran Bung Karno, Nation and
Character Building kepada mahasiswa-mahasiswanya.
Sementara itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan
untuk mengumpulkan dan melestarikan benda-benda seni maupun non-seni
kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Yayasan tersebut didirikan pada tanggal 1 Juni 1978 oleh delapan
putra-putri Soekarno yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati
Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri,
Guruh Soekarnoputra, Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra dan
Kartika Sari Dewi Soekarno. Di tahun 2003, Yayasan Bung Karno membuka
stan di Arena Pekan Raya Jakarta.[8] Di stan tersebut ditampilkan
video pidato Soekarno berjudul “Indonesia Menggugat” yang
disampaikan di Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa
Soekarno menjadi presiden.[8] Selain memperlihatkan video dan foto,
berbagai cinderamata Soekarno dijual di stan tersebut. Diantaranya
adalah kaus, jam emas, koin emas, CD berisi pidato Soekarno serta
kartu pos Soekarno.
Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno
mengaku memiliki harta benda warisan Soekarno. Soenuso mengaku
merupakan mantan sersan dari Batalyon Artileri Pertahanan Udara
Sedang.[8] Ia pernah menunjukkan benda-benda yang dianggapnya sebagai
warisan Soekarno itu kepada sejumlah wartawan di rumahnya di
Cileungsi, Bogor. Benda-benda tersebut antara lain adalah sebuah
lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar dalam register
emas JM London, emas putih dengan cap tapal kuda JM Mathey London
serta plakat logam berwarna kuning dengan tulisan ejaan lama berupa
deposito hibah. Selain itu terdapat pula uang UBCN (Brasil) dan
Yugoslavia serta sertifikat deposito obligasi garansi di Bank Swiss
dan Bank Netherland.[8] Meskipun emas yang ditunjukkan oleh Soenuso
bersertifikat namun belum ada pakar yang memastikan keaslian dari
emas tersebut.
6. PENGHARGAAN
PRESIDEN IR. SOEKARNO – [ Kembali
ke daftar isi ]
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri. Perguruan tinggi dalam negeri yang memberikan gelar kehormatan kepada Soekarno antara lain adalah Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas Hasanuddin dan Institut Agama Islam Negeri Jakarta. Sementara itu, Columbia University (Amerika Serikat), Berlin University (Jerman), Lomonosov University (Rusia) dan Al-Azhar University (Mesir) merupakan beberapa universitas luar negeri yang menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris Causa.
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri. Perguruan tinggi dalam negeri yang memberikan gelar kehormatan kepada Soekarno antara lain adalah Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas Hasanuddin dan Institut Agama Islam Negeri Jakarta. Sementara itu, Columbia University (Amerika Serikat), Berlin University (Jerman), Lomonosov University (Rusia) dan Al-Azhar University (Mesir) merupakan beberapa universitas luar negeri yang menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris Causa.
Pada bulan April 2005, Soekarno yang sudah meninggal
selama 104 tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden Afrika Selatan
Thabo Mbeki. Penghargaan tersebut adalah penghargaan bintang kelas
satu The Order of the Supreme Companions of OR Tambo yang diberikan
dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi
emas. Soekarno mendapatkan penghargaan tersebut karena dinilai telah
mengembangkan solidaritas internasional demi melawan penindasan oleh
negara maju serta telah menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan
dalam melawan penjajahan dan membebaskan diri dari apartheid. Acara
penyerahan penghargaan tersebut dilaksanakan di Kantor Kepresidenan
Union Buildings di Pretoria dan dihadiri oleh Megawati Soekarnoputri
yang mewakili ayahnya dalam menerima penghargaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar